Unggah Foto Paslon di Facebook Pribadinya, Oknum ASN di Luwu di Laporkan ke Bawaslu Palopo

ONLINELUWURAYA.CO, PALOPO —- Masyarakat Palopo yang diketahui bernama Syahrul melaporkan dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Palopo, Jumat (27/9/2024).

ASN yang dilaporkan tersebut diketahui bernama Sulaiman, yang saat ini bekerja di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Luwu.

Sulaiman diduga kuat berpihak pada salah satu pasangan calon (paslon) wali kota Palopo dengan mengunggah foto paslon di akun Facebook pribadinya.

Foto tersebut memperlihatkan potret paslon beserta logo partai politik dan nama paslon, yang secara jelas melanggar aturan netralitas ASN.Menurut Pasal 2 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, setiap pegawai ASN diwajibkan mematuhi asas netralitas dengan tidak berpihak pada segala bentuk pengaruh manapun serta tidak memihak kepentingan tertentu.

Pelanggaran ini semakin diperkuat oleh Surat Edaran Gubernur Sulawesi Selatan nomor 200.2/4346/BKD Tahun 2024 tentang Netralitas ASN dan Pegawai Pemerintah Non-Pegawai Negeri dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024.

Anggota Bawaslu Palopo, Widianto Hendra, menyatakan bahwa ASN, TNI, maupun Polri yang mengunggah foto dengan logo partai politik sudah dianggap melanggar netralitas.

“Kalau ada logo partai politik, artinya ada unsur Pemilu. Jika ASN terbukti melanggar, maka akan dikenakan undang-undang pelanggaran netralitas,” ujar Widianto Hendra.

Sulaiman terancam sanksi disiplin jika terbukti bersalah, termasuk penurunan pangkat sesuai peraturan yang berlaku.

Hal ini ditegaskan dalam peraturan disiplin ASN terkait pelanggaran netralitas yang dapat berdampak pada karier pegawai tersebut.Berdasarkan Pasal 188 UU Nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan, Setiap Pejabat Negara, Pejabat Aparatur Sipil Negara dan Kepala Desa atau Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan atau denda paling sedikit Rp 600 ribu atau paling banyak Rp Rp 6 juta. (Rls/*)