ONLINELUWURAYA.COM, PALOPO — Puluhan massa yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Peduli Demokrasi (AMPD) Geruduk Kantor Bawaslu Palopo, Jl. Opu Tossapaile, Kecamatan Wara, Kota Palopo, Sulsel, Jumat (21/6/2019).
Mereka menuding para Komisioner Bawaslu Kota Palopo dan anggota Panwascam Wara tidak independen dalam Pemilu 2019 kemarin.
“Para Komisioner Bawaslu Kota Palopo dan anggota Panwascam Wara sebagai Penyelenggara yang seharusnya independen justru terkesan berpihak dan menguntungkan pihak lain dengan cara kerja yang Terstruktur, Sistimatik dan Masif. Sehingga secara kasat mata terlihat adanya konspirasi besar yang dilakukan dengan orang yang memiliki kekuasaan besar,” ungkap Jendral Lapangan, Yertin Ratu.
Berikut pernyataan sikap AMPD melakukan Aksi di depan Kantor Bawaslu Palopo :
Penggunaan C-6 di TPS 04 Tompotikka dan TPS 10 Amassangan oleh orang lain yang tidak berhak pada tanggal 17 April 2019 kemarin, dimana pada C-6 di TPS 10 Amassangan atas nama Jasani ( LAKI – LAKI ) pada jam 09.00 pagi digunakan oleh pemilih PEREMPUAN untuk memilih dan pada jam 12.00 siang seorang LAKI – LAKI bernama JASANI juga datang memilih menggunakan KTP keberatan karna hak pilihnya digunakan oleh orang lain dan tetap diijinkan memilih, sehingga untuk nama JASANI digunakan 2 orang yang berbeda, satu JASANI dengan menggunakan KTP nya dan satunya lagi seorang perempuan dengan menggunakan C-6.
Pada tanggal 17 April Pengawas Pemilu membuat Laporan Hasil Pengawasan Pemilu No : 01/LHP-WARA/A-TPS10/PM.00.02/IV/2019 tentang kejadian penggunaan C-6 di TPS 10 Amassangan oleh orang lain dan menunjuk Pasal 372 ayat 2 huruf d UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang berbunyi “ Pemungutan suara di TPS WAJIB diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan pengawas TPS terbukti terdapat keadaan sebagai berikut Pemilih yang tidak memiliki KTP elektronik dan tidak terdaftar di daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan “, dan Pasal 533 UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang berbunyi “ Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemilhan suara mengaku dirinya sebagai orang lain dan/atau memberikan usaranya lebih dari 1 ( satu ) kali di 1 ( satu ) TPS atau lebih dipidan dengan pidana penjara paling lama 1 ( satu ) tahun dan denda paling banyak Rp.18.000.000”. Dua pasal ini menurut Laporan dan Pemeriksaan Pengawas Pemilu dilanggar.
Namun dari 4 temuan yang dituangkan dalam form A, bawaslu Kota Palopo mengambil alih temuan di TPS 10 Amassangan dengan alasan terlalu banyak yang dikerja Panwascam padahal sepanjangan Panwascam sanggup mengerjakan dan tidak berhalangan maka bawaslu Kota Palopo tidak bisa mengambil alih.
Namun faktanya temuan ini disimpan rapi oleh Bawaslu Kota Palopo hingga 2 bulan berlalu baru disidangkan dengan putusannya berkesimpulan bahwa telah terjadi pelanggaran mengenai tata-cara dan prosedur pelaksanaan pemungutan suara di TPS 04 oleh Ketua dan Anggota KPPS (Terlapor). Menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis kepada Terlapor, berdasarkan UU No. & tahun 2017 tentang Pemilu mengadili soal perilaku bukan kewenangan BAWASLU melainkan kewenangan Dewan Kehormatan Pemilu. Bawaslu Kota palopo telah bertindak diluar batas wewenang. Terlebih lagi dalam putusannya, bawaslu kota Palopo tidak menyebut hubungan hukum antara fakta persidangan dengan sanski tertulis.Apakah pelanggaran penggunaan C-6 bersanksi teguran tertulis.
Lalu dalam dalilnya Bawaslu Kota Palopo mengatakan bahwa Pelaku kabur dan tidak dapat ditemukan adalah alasan yang tidak masuk akal karna dalam Pasal 373 UU No. 7 Tahun 2017 yang berbunyi 🙁 1 ) Pemungutan suara ulang diusulkan oleh KPPS dengan menyebutkan keadaan yang menyebabkan diadakannya pemungutan suara ulang; ( 2 ) Usul KPPS diteruskan kepada PPK dan selanjutnya diajukan kepada KPU Kabupaten / Kota untuk mengambil keputusan diadakannya pemungutan suara ulang; ( 3 ) Pemungutan suara ulang di TPS dilaksanakan paling lama 10 ( sepuluh ) hari setelah pemungutan suara berdsarkan keputusan KPU Kabupaten/ Kota; ( 4 ) Pemungutan suara ulang sebagaimana yang dimaksud ayat ( 1 ) hanya dilakukan untuk 1 ( satu ) kali pemungutan suara ulang.Dari empat ayat yang ada di Pasal 373 tidak satu pun ayat yang menyebutkan tentang PELAKU ????
Sama halnya pada TPS 04 Tompotikka terjadi kejadian yang sama penggunaan panggilan memilih (C-6) milik orang lain yang dilaporkan oleh seorang warga bernama Sahbuddin Suardi, namun pada tanggal 22 April 2019 Bawaslu Kota Palopo melalui Muhammad Safri, SH.MH, Staff Devisi HPP Bawaslu Kota Palopo mengeluarkan surat yang kesimpulannya menyatakan bahwa Laporang Sahbuddin Suardi tidak memenuhi Syarat Formildan merupakan tindak pidana pemilu sebagaimana Pasal 533 UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Yang aneh setelah tanggal 22 April Bawaslu Kota Palopo mengeluarkan Surat jika laporan warga di TPS 04 Tompotikka tersebut tidak memenuhi syarat formil lalu kenapa disidangkan pada tanggal 24 Mei 2019 ???
Bawaslu mencoba memanipulasi berpikir kita untuk menggunakan Pasal 373 UU No. 7 tahun 2017 dimana disebutkan PSU di TPS dilaksanakan paling lama 10 hari setelah pemungutan suara berdasarkan keputusan KPU Kabupaten/Kota. Bawaslu Kota Palopo melupakan jika kasus di TPS 10 Amassangan adalah TEMUAN ( Laporan Pengawas Pemilu bukan laporan warga ) dan juga mencoba menghindari jeratan Pasal 543 UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang berbunyi : Setiap anggota Bawaslu, Bawaslu Propinsi, Bawaslu Kabupaten / Kota, Panwaslu Kecamatan, dan/atau Panwaslu Kelurahan/Desa/Panwaslu LN/Pengawas TPS yang dengan sengaja tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU Propinsi dan KPU Kabupaten/Kota, PPK, PP/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN dalam setiap tahapan penyelengaraan pemilu dipidan dengan pidana penjara paling lama 2 ( dua ) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000.
Karena adanya tindakan Bawaslu Kota Palopo yang secara Terstruktur, sistimatik dan Masif mengkadaluarsakan Temuan Pengawas Lapangan dan Laporan warga terhadap kejadian di TPS 04 Tompotikka dan TPS 10 Amassangan dan dalam pandangan subjektif kami bahwasanya tidak mungkin seseorang berani mengambil resiko besar melakukan tindakan melawan hukum dalam jabatan public / negara yang dipegangnya jika tidak ada satu dan lain hal yang melatarbelakangi, maka dari itu Kami dari Aliansi Masyarakat Peduli Demokrasi menuntut :
- Mendesak Polda Sulawesi Selatan untuk mengusut tuntas dugaan kejahatan pemilu yang ditenggarai kuat dilakukan oleh Bawaslu Kota Palopo dan Panwaslu Kecamatan Wara.
- Mendesak Polda Sulawesi Selatan untuk mengusut tuntas dugaan SUAP / GRATIFIKASI yang diduga dilakukan oleh Bawaslu Kota Palopo.
- Meminta kepada Bawaslu RI dan Bawaslu Sulsel, untuk memerintahkan kepada Bawaslu Kota Palopo melakukan perbaikan penerapan sanski dan/atau melakukan pencarian fakta yang melatari kekeliruan Bawaslu Kota Palopo dalam penanganan pelanggaran yang terjadi itu sebagai bentuk inspektorasi dan pembinaan kepada jajarannya in-casu Bawaslu Kota Palopo
- Meminta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) agar berkenan melakukan pembinaan etik yang dipandang perlu.
Sementara itu Ketua Bawaslu Palopo, Dr. Asbudi saat di konfirmasi Onlineluwuraya.Com mengatakan kami telah menyampaikan sebelumnya bahwa untuk TPS 04 Tompotikka dan TPS 10 Amassangan, Bawaslu Kota Palopo tidak mengeluarkan rekomendasi untuk dilakukannya PSU
” Tidak dilakkan PSU karena kejadian/kasusnya tidak masuk dalam kategori syarat untuk PSU sebagaimana diatur dalam pasal 372 ayat 2 Undang2 7 Tahun 2017. Jadi tidak ada Dasar Hukum kami untuk mengeluarkan rekomendasi PSU. Hal ini juga telah kami koordinasikan dengan Bawaslu propinsi pada saat kasus ini kami tangani,” ujarnya.
“Mengenai upaya selanjutnya yang akan dilakukan teman-teman AMPD sesuai dalam suratnya silahkan teman-teman tempuh sesuai ketentuan perundang-undangan,” kuncinya. (UC)