ONLINELUWURAYA. CO, LUWU— Sejumlah anggota DPRD Kabupaten Luwu menjalani pemeriksaan rapid test untuk memastikan kondisi kesehatan yang tidak terpapar Covid-19. Hanya saja para wakil rakyat DPRD Luwu meminta agar jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu transparan dengan program Rapid test.
Ketua Komisi I DPRD Luwu, Nur Alam Ta’gan, mengungkapkan, meskipun anggota DPRD Luwu diberi kemudahan untuk mengikuti Rapid test Covid-19, namun demikian pihaknya berharap, Dinas kesehatan Luwu juga melayani masyarakat untuk dilakukan rapid test
“Kami harap rapid test ini bukan hanya wakil rakyat, tetapi juga para pihak eksekutif Kabupaten Luwu tanpa terkecuali. Tidak hanya itu, kami juga meminta para pejabat publik seperti Camat dan kepala desa juga dilakukan pemeriksaan rapid test,” ungkap Nur Alam Ta’gan beberapa waktu lalu.
Tidak hanya para pejabat dan anggota DPRD Luwu, Dinas kesehatan bahkan diminta memberikan pelayanan kepada masyarakat umum agar mereka juga mengikuti rapid test.
“Banyak masyarakat yang mempertanyakan kepada kami, bagaimana dan apa yang harus mereka lakukan jika ingin mengikuti rapid test. Mereka juga punya kepentingan untuk bepergian sehingga mungkin harus rapid test. Bahkan kami sangat mengharapkan pemeriksaan rapid test ini digratiskan kepada masyarakat, karena pembelian alat rapid test ini setahu kami menggunakan uang rakyat melalui APBD dan APBN melalui pos belanja operasional kesehatan,” katanya.
Nur Alam juga meminta jajaran Dinas kesehatan maupun RSUD Batara Guru yang melakukan program rapidt test untuk tranparan dalam penggunaan anggaran untuk pembelian alat rapid test yang memang cukup mahal itu. “Pertanyaan kami adalah berapa banyak alat rapid test yang dibeli untuk kebutuhan di new normal ini, berapa stoknya dan berapa yang sudah terpakai? Kemudian berapa alokasi anggaran yang digunakan di Dinkes Luwu maupun di RSUD Batara Guru Belopa untuk pembelian rapid test tersebut? Apakah pembelian langsung atau dalam bentuk tender. Semua ini kami tidak ketahui,” ujarnya.
Sekretaris Dinas Kesehatan Luwu dr Rosnawary, Basir yang coba di konfirmasi belum memberikan jawaban, dan hanya mengatakan, akan memberikan informasi setelah mengikuti kegiatan pendampingan akreditasi.
“Tabe, saya sedang mengikuti pendampingan akreditasi nanti saya infokan kembali,” Tulis dr Rosnaway.
Sementara itu, Direktur RSUD Batara Guru Belopa dr Daud Mustakim, juga via Whats App-nya mengatakan, pihaknya menyediakan alat rapid test sesuai kebutuhan, mengingat RSUD Batara Guru berstatus Badan Layanan Umum daerah (BLUD).
“Persediaan alat rapid test rata-rata sebanyak 100 buah. Kalau habis kami akan memesan kembali. Untuk alokasi anggarannya sangat tergantung kebutuhan karena kami ini BLUD. Untuk anggaran Covid-19 yang lalu kami alokasikan alat rapid test sebanyak 500 buah, tetapi itu sudah habis,” kata dr Dau.
Dia menjelaskan, untuk masyarakat yang ingin mengikuti rapid test pihaknya menyarankan ke sarana kesehatan Puskesmas. Hanya saja rapid test ini tidak ditanggung pihak BPJS. Sementara untuk satu kali rapid test awalnya Rp 335 ribu, namun saat ini ada surat edaran Kementerian, bahwa maksimal biaya rapid test sebsar Rp 150 ribu.
Khusus buat kami di RSUD Batara Guru, kalau boleh kami sarankan mungkin lebih baik pelayanan rapid test di stop, sebab jika dihargai sebesar Rp 150 ribu, pihak RSUD Batara Guru akan kewalahan, mengingat pihaknya membeli alat rapid test menggunakan biaya sendiri, dan tidak ditanggung APBD dan APBN. (ADV)