ONLINELUWURAYA.CO, LUWU — Aktivitas bongkar muat bahan bakar minyak (BBM) ilegal yang terjadi di Pelabuhan Murante Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan kini menjadi sorotan publik. Praktik yang diduga ilegal ini bahkan telah sampai ke telinga Kapolda Sulsel
Dari penelusuran yang dilakukan tim media ini diduga aktivitas Ilegal BBM Subsidi di Pelabuhan Murante Suli ini dilakukan sekali seminggu
“Diduga Aktivitas Ilegal BBM Subsidi inl sekali seminggu dengan kapasitas 150.000 liter BBM subsidi yang di Tadah Kapal TAKE BOOT Katana Global Trade,” ungkap salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Tidak hanya sampai disitu BBM.ilegal tersebut dibawa ke Tambang yang ada di Kolaka Utara,, Sulawesi Tenggara
“Infonya dibawa ke Ke Tambang di Lasusua dan dijual seolah Minyak dari Pertamina Langsung. 4 kali sebulan itu mengisi di Pelabuhan Perikanan Murante,” kuncinya.
Apabila dugaan ini terbukti benar, maka aktivitas bongkar muat BBM di Pelabuhan Murante Suli berpotensi melanggar sejumlah regulasi penting:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi pasal 53 huruf c menyebutkan bahwa pengangkutan BBM tanpa izin dapat dikenakan sanksi pidana. Pasal 55 juga menyatakan bahwa penyalahgunaan BBM bersubsidi dapat dijerat dengan hukuman penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp 60 miliar.Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. Peraturan ini mengatur ketat mekanisme distribusi BBM, dan segala penyimpangan dapat dianggap sebagai pelanggaran.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana SuapJika ada pihak yang membekingi aktivitas ilegal ini, maka mereka bisa dijerat dengan hukum pidana suap dengan ancaman hukuman penjara hingga 5 tahun.
Mengapa Pemerintah dan APH Diam?
Meskipun dugaan penyalahgunaan distribusi BBM ini telah menyebar luas di berbagai platform media, pemerintah dan aparat penegak hukum belum memberikan reaksi. Hal ini memunculkan pertanyaan besar di masyarakat: Mengapa aktivitas ilegal ini tidak mendapat perhatian serius? Jika dibiarkan, praktik ini dapat merugikan negara, baik dari segi ekonomi maupun ketahanan energi.
Masyarakat pun mendesak agar Komisi III dan VI DPR-RI, Kepolisian, serta PT Pertamina segera mengambil tindakan tegas untuk menuntaskan masalah ini.
Hingga saat berita ini dimuat , belum ada tanggapan dari PT Pertamina, pemerintah daerah, pihak PT Katana Global Red atau pihak terkait lainnya, dan publik semakin menunggu langkah nyata dari pemerintahan Prabowo/Gibran. (Tim OLR)